Banggai Laut, TEVRI-TV – Kamis, (25/9/2025). Antibiotik menjadi salah satu obat yang paling sering digunakan masyarakat dalam pengobatan, khususnya untuk penyakit akibat infeksi bakteri. Namun, kebijakan pemerintah yang mewajibkan penggunaan resep dokter dalam setiap pembelian antibiotik kini menuai kontroversi di tengah masyarakat.
Dalam praktiknya, situasi di lapangan kerap seperti “kucing-kucingan”. Sejumlah apotek di beberapa daerah di Provinsi Sulawesi Tengah masih ditemukan menjual antibiotik secara bebas tanpa resep, bahkan dalam jumlah banyak. Sementara itu, di Kabupaten Banggai Laut, pembelian antibiotik pada umumnya tetap harus menggunakan resep dokter. Meski begitu, ada apotek yang karena pertimbangan kondisi darurat pasien tetap memberikan obat tersebut meskipun tanpa resep.
Tidak hanya itu, ada pula praktik penjualan antibiotik kepada petugas kesehatan yang bukan dokter, dan kemudian disalurkan kembali kepada pasien tanpa analisa medis yang tepat. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan dan kritik dari masyarakat. “Mengapa obat berbahaya lainnya bisa dijual bebas, sementara antibiotik harus dengan resep dokter?” ungkap salah seorang warga.
Masalah semakin kompleks bagi masyarakat di wilayah terpencil, khususnya mereka yang tinggal jauh dari layanan kesehatan atau di pulau-pulau dengan akses transportasi terbatas. Untuk mendapatkan antibiotik, mereka harus mencari dokter yang bahkan tidak ada di wilayahnya. Akibatnya, banyak warga yang terpaksa menahan sakit, bahkan ada risiko kehilangan nyawa karena sulitnya akses terhadap obat tersebut.
Situasi ini memunculkan desakan agar pemerintah meninjau ulang kebijakan terkait antibiotik. Beberapa pihak menilai, perlu ada kebijakan khusus yang memperbolehkan penjualan antibiotik generik tertentu tanpa resep, terutama yang efek sampingnya tidak berisiko fatal bagi pasien.
Keseimbangan antara kepentingan keselamatan masyarakat dan kebutuhan medis menjadi poin penting yang harus dipertimbangkan. Sebab, antibiotik memang bukan “obat dewa”, tetapi juga bukan obat yang sepenuhnya bisa dikesampingkan, terlebih bagi masyarakat di daerah dengan keterbatasan layanan kesehatan. (FTT)